Menuliskan
cerita ini berati aku harus merasakan kembali rasa sakit dan malu
berkepanjangan yang telah terjadi 4 tahun yang lalu. Cerita yang aku sedang
berusaha keras untuk melupakannya. Bahkan, andai saja aku memiliki kesaktian
untuk menghapus dimensi waktu dimana kisah ini terjadi aku ingin menghapusnya
tanpa sisa sekalipun. Tapi sayangnya, aku tidak memiliki kemampuan itu.
Andaikan aku tau dimana letak menempelnya memori tentang masa lalu ini, akan kurelakan
bagian otak ku untuk dipotong agar aku benar-benar lupa masa lalu yang kurang
menyenangkan ini. Tapi sayang sekali, aku tidak hidup di dunia imajinasi dimana
andaikan dan andaikata bias menjadi nyata. Aku hidup di dunia realita yang
didalamnya hanya berisi kejadi yang bisa dilogika. Luka lama akan kubuka
kembali dengan sengaja agar akupun sendiri belajar untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama dan terperosok pada lubang hati orang yang sama.
Pemeran
utama drama bukan Korea ini adalah
Aku dan Udin (sementara sebut saja
namanaya Udin, kan nama Udin sudah
mendunia tuh, barangkali si Doi kebetulan baca ini biar dia tidak mengalami
keadaan baper bertingkat). Ketika itu aku masih kelas 3 SMA, dimana seorang
anak mulai tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak hanya belajar ilmu
matematika, fisika dan kimia saja, namun
secara tidak sengaja juga sedang belajar tentang cinta dan seluk beluk
romantika yang ada di dalamnya.
Berawal
dari kunjungan teman kakakku ke rumah dan kala itu aku sedang duduk manis
diruang tamu. Untuk menunjukkan budi pekerti yang baik dan beretika, Udin
kemudian menjabat tanganku dengan ramah dan meluncurkan senyum manis hingga
terlihat gingsul manjanya. Menerima ajakan itu, sebagai gadis kecil anak ayah
yang baik tentu aku menerima dong. Akhirnya tragedi jabat tangan itu pun
terjadi. Tidak lama, sewajarnya berjabat tangan tapi uhh…saat itu juga aku merasa jantungku berdetak lebih cepat dan
denyut nadiku menjadi tidak beraturan. Aku bertanya-tanya, apakah aku sedang
jatuh cinta pada pandangan pertama? Langsung
saja ku tepis perasaan itu karena itu semua terjadi karena aku lapar dan
belummakan seharian ini.
Kak
Udin menginap di rumah sehari dan itu menjadi kesempatanku untuk mengamatinya.
Kemudian, ketika itu ada kesempatan untuk kami saling berbincang. Kami saling
bertukar cerita, tapi kebanyakan ya tentu dari Kak Udin yang memegang kendali
obrolan, selain dia memang lebih tua, pengalaman dia ketika kuliah banyak yang
ia ceritakan kepadaku. Hingga kuperoleh kesimpulan kalau Kak Udin adalah orang
menarik dan asyik. Kami sempat bertukar nomor hp dan dimulai dari hari itu,
obrolan kita berlanjut difasilitasi oleh ponsel jadul. Hmmm hari-hari manis
kami mulai dan semakin manis manakala kami memutuskan untuk menjalin hubungan
menjadi lebih dekat. Kami melewati masa-masa dengan berbagai rasa yang bercampur-campur
bersama, mulai dari kecewa, sedih, bangga, bahagia, menangis dan berbagai jenis
rasa yang lain. Menyenangkan sekali, bahkan aku selalu jatuh cinta setiap aku
bertemu. Pertengkaran kami menjadi pelipat ganda rasa. Tiap hari aku selalu dalam
keadaan sayang-sayangnya.
Hubungan
kami semakin akrab manakala aku menjadi mahasiswa baru di universitas yang sama
tempat Kak Udin kuliah. Tapi ketika itu Kak Udin sedang menempuh semester akhir
dan pada akhirnya Kak Udin wisuda.
Proses
wisuda Kak Udin menjadi momen yang mendebarkan bagiku. Pembaca pasti heran, Kak
Udin yang lulus kok aku yang takut. Itu karena aku akan bertemu orang tuanya for the fisrt time. Tapi Kak Udin
menenangkan aku dan membuat aku nyaman berapa dalam lingkungan keluarganya. Memang
benar adanya, keluarga Kak Udin menyatakan cocok denganku setelah sebelumnya
keluarga Kak udin telah menerima banyak cerita mengenai aku. Mereka ingin kami
segera tunangan. Aku senang bukan main mendengar hal ini meskipun kala itu aku
masih menginjak sesmeter 2.
Hingga
pada suatu ketika,
“Sayaaaang,
liat deh ini aku bawa apa? Lamaran yang
aku ajukan bekerja di Kalimantan ternyata di terima. Trimakasih atas doa dan
dukungannya. Seneng sayang. Akhirnya pekerjaan yang menjadi impianku telah aku
dapatkan sekarang” Kak Udin memberitauku dengan sedikit berteriak dan diliputi
senyum bahagia. Surat pemberitahuan yang
dipegangnya itu diberikan kepadaku. Tentu saja aku buka dan kubaca isinya.
“Waah
iya bener! Selamat ya sayang!” aku menjabat tangannya. Aku menyembunyikan
kesedihanku dan menahan agar tidak sampai menangis di depannya.
Aku
tau itu kabar baik untuknya, namun tidak untuk ku. Diterima bekerja itu artinya
aku akan jauh dan tidak akan bisa bertemu dengannya. Benar saja, 2 bulan setelah
Kak Udin menerima surat itu akhirnya dia pergi ke Kalimantan dan bilang akan
meninggalkan kampung halaman selama 2 tahun. Aku ikut mengantarnya ke bandara. Disana
aku menangis keras seperi anak kecil merengek minta dibelikan sepatu. Menangis sejadi
jadinya dan tidak menghiraukan pandangan orang-orang disekelilingku. Tangisanku
semakin keras saat Kak Udin masuk ke dalam ruang tunggu. Ku tarik erat lengannya,
tidak kuperbolehkan dia menjauhi aku. Aku menarik juga bajunya hingga terlihat
acak-acakan. Orang tua Kak Udin menenangkanku dan tak kuhiraukan. Kak Udin
hanya simpati saja melihatku. Dan berusaha melepaskan lengannya dari
genggamanku. Aku tau ini tidak hanya berat untuk aku dan Kak Udin saja, namun
orang tua Kak Udin akan merasa kehilangan juga.
3
minggu pertama Kak Udin di Kalimantan aku masih merasakan sedih. Mulanya Kak Udin
memberi kabar setiap 3 hari sekali. Maklum, tidak ada sinyal yang memadai
disana. Akupun susah menghubunginya meskipun melalui pesan singkat. Jadi aku
hanya menunggu kalau ditelpon. Karena aku tidak bias mengubunginya sewaktu –waktu.
Kami menjadi lebih sering bertengkar, saling menuduh dan kepercayaan kami
semakin memudar. Berkali-kali aku ingin mengakhiri cerita ini. Hingga akhirnya,
setelah 3 bulan tanpa kabar pertengkaran kami di telepon semakin hebat dan
permintaanku untuk mengkhiri hubungan disetujui olehnya. Selesai sudah rasa
yang kuperjuangkan. Hancur sudah keinginanku untuk menikahi cinta pertama yang
aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
Drama
yang kumainkan bersamanya tidak berakhir dengan manis semanis pertemuan pertama
kami. Padahal yang kuharapkan adalah ceritaku berajhir bahagia, serupa bahagia
saat melihat drama komedi, lawakan, dagelan dan semacamnya. Meskipun aku susah move on, tapi aku mau menerapkan prinsip
yang diajarkan oleh www.dagelan.co, apapun
yang terjadi ya sudah lah, asikin aja
lagi. Move on itu hanya pekara waktu sih, bagian paling memalukan ini yang
tidak bisa dihapus. Jadi pengen hilang ingatan aja. Karena aku sekarang sudah
berbahagia dengan lelaki baik yang always
available for me and I love him so much.
0 komentar:
Posting Komentar